Minggu, 09 Februari 2014

Pukul Enam




Waktu baru menunjukkan pukul 05.55, sekolah Harapan Bangsa masih nampak lengang. Hanya beberapa siswa saja yang sudah datang, termasuk Raka. Ia asik sendiri mendengarkan musik melalui headset yang tersambung dengan Ipod miliknya. Tepat 7 menit kemudian, orang yang ditunggunya datang.

“Telat 2  menit, Maura!”, ujar Raka sambil melihat jam di tangannya.


Sementara itu, Maura hanya duduk dengan napas tersengal dan peluh di dahinya. Melihat pemandangan di depannya membuat Raka tersenyum geli, ia mengulurkan tangan dan mengusap rambut Maura dengan gemas. Sikap Raka yang merasa tidak bersalah itu membuat Maura tambah kesal. Dengan bibir mengerucut dan mata mendelik tajam, ia menurunkan tangan Raka dari kepalanya.

Setelah napasnya teratur, ia berkata pada Raka dengan emosi yang tidak dapat ditahan. “Gue capek! Mulai hari ini gue berhenti mengikuti permainan bodoh yang lo buat!”.

Raka kembali tersenyum geli mendengar perkataan Maura, “Lo hanya perlu berangkat lebih pagi, Maura sayang. “

“Pokoknya gue berhenti. Terserah kalo lo masih mau sok misterius. Dan berhenti panggil gue dengan sebutan sayang, karena gue bukan pacar lo, Raka Pradana!”. Usai berkata itu, Maura bangkit dan bergegas keluar kelas.

Raka semakin terkekeh melihat tingkah cewek yang baru saja meninggalkan dirinya. Cepat ia mengejar Maura. Dirangkulnya pundak Maura setelah sejajar dengan gadis itu. Dengan tangannya yang lain, Raka menjawil pipi Maura, “Gitu aja marah, nggak asik ah”. Maura tetap diam, ekspresi mukanya menandakan bahwa ia masih kesal dengan Raka.



to be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar