Rabu, 06 Februari 2013

Surat Cinta untuk Suami

Kepada suamiku, yang sekarang sedang membaca surat ini...

Surat ini aku buat jauh sebelum mengenalmu. Surat ini aku tulis saat aku sedang memantaskan diri agar saat kamu mencariku, aku bisa menarik perhatianmu.

Saat surat ini dibuat, aku tidak tahu seperti apa suamiku kelak. Tetapi aku selalu berdoa semoga diberikan yang terbaik. Dan itu mewujud dalam dirimu.

Kepada lelaki yang kini menjadi imam bagiku...
Kuterima lamaranmu karena keimanan dan ketakwaan yang ada dalam dirimu. Karena aku ingin dituntun olehmu untuk menuju surga-Nya.

Kepada nahkoda dalam bahtera rumah tanggaku...
Aku memilihmu karena aku yakin kau mampu menjalankan tugasmu dengan baik. Kau akan bertanggung jawab akan keselamatan para penumpang bahteramu, aku dan anak-anakmu.

Kepada lelaki yang menafkahiku...
Bukan kekayaan yang kulihat darimu, meski memang kau miliki itu. Tapi kupercayakan kau untuk menjadi tulang punggung keluarga, karena aku tahu kau adalah seorang pekerja keras. Setiap kali kau lelah sehabis pulang bekerja, datanglah ke pelukanku. Semoga sebuah pelukku dapat menjadi cadangan semangat dan energi untukmu.

Kepada lelaki yang menemani sisa hidupku...
Aku pernah meminta pada Tuhan agar diberikan suami yang tampan. Ia kabulkan doaku dan diberikannya kamu untukku. Di mataku, kau adalah lelaki dengan paras rupawan yang akan kulihat saat pertama kali aku terbangun dan ku pandangi sesaat sebelum memejam.

Kepada calon ayah dari anak-anakku...
Suatu kehormatan bagiku untuk menjadi ibu dari anak-anakmu. Kelak, saat anak kita lahir, mereka pasti bangga memiliki ayah yang hebat sepertimu. Ayah yang akan mengajarkan anak lelakinya untuk menjadi seperti kamu. Menjadi lelaki yang bertanggung jawab serta menghormati wanita sebagaimana kamu memperlakukan ibumu dan aku. Kamu juga akan membuat anak perempuanmu menjadi daddy's little princess. Kau manjakan ia dengan kasih sayangmu. Kau jaga dan lindungi ia dengan amat sangat.

Kepada suami yang kucintai...
Terima kasih telah menikahiku, telah memilihku untuk menjadi wanitamu, pendampingmu, calon ibu dari anak-anakmu. Pegang erat tanganku dan tuntunlah aku menuju surga-Nya. Bersama kamu, aku ingin melalui hari-hari. Sampai nanti keriput menghampiri, uban bermunculan, dan aroma minyak angin menjadi bau yang senantiasa menempel di tubuh, aku berharap dapat melaluinya tetap bersamamu.

Dengan cinta yang tak hingga, aku mencintaimu.

Senin, 04 Februari 2013

Sensor di Tengah Malam

Anda suka menonton film-film box office yang suka ditayangkan di televisi? Saya sih iya kalau kebetulan filmnya saya suka atau tidak sempat nonton di bioskop. Nah, biasanya kan film-film tersebut ditayangkan mulai pada jam-jam (menuju) tengah malam. Misalnya dimulai pukul 22.00 atau 23.00. Iya kan? Yang membuat saya gagal paham adalah kenapa dalam penayangannya masih kena sensor? Lagi pula, yang muncul tengah malam itu biasanya kan film-film dengan tanda huruf D di dalam lingkaran. Alias film untuk dewasa.

Jadi, kalau disensor karena takut ada anak-anak yang menonton, rasanya itu tanggung jawab orangtua untuk tidak memperkenankan mereka menonton film tersebut. Dan orangtua yang baik adalah yang mendisiplinkan anak-anaknya untuk tidur di waktu semestinya. In my opinion, jam 9 atau 10 malam adalah batas maksimal untuk mereka terjaga.

Oiya, anak-anak yang  saya maksud adalah mereka yang di bawah kategori remaja. Soalnya, kalau mereka adalah remaja sepertinya ada kemungkinan mereka sudah menonton film-film tersebut. Agak nggak guna juga sih ya kalau disensor, secara mereka sudah tahu adegan-adegannya.

Maksud saya menulis bukan karena saya pro terhadap adegan-adegan seksi atau vulgar (?). Tapi nggak habis pikir aja, film yang ditayangkan tengah malam, yang penontonnya 'terbatas' bisa kena sensor. Sedangkan adegan/scene di acara yang ditayangkan dari pagi sampai menjelang malam bebas sensor, padahal ada lho yang perlu disensor. Misal artis yang memakai rok sangat mini.

Terakhir, kalau emang mau disensor kenapa nggak dari saat tayang di bioskop coba? Iya kan?

Minggu, 03 Februari 2013

Peran Orangtua

Tulisan ini dibuat di bis dalam perjalanan menuju Bandung, dikarenakan saya merasa terganggu oleh suara tangisan anak kecil yang berasal dari deretan bangku belakang. Saya adalah orang yang paling risih dan benci sama tangisan anak kecil di tempat umum. Lebih tepatnya benci sama orangtua yang tidak bisa mengendalikan kelakuan anaknya yang seperti itu.

Dalam kasus kali ini, kata sang ibu, si anak menangis karena dia tidak betahan kalau naik kendaraan umum. Kalau beliau sudah tahu sifat anaknya seperti itu, kan lebih baik menyiapkan amunisi agar anaknya tidak ngamuk dan menangis dengan suara cetar membahana! Tidak ada salahnya toh membawa bekal makanan, mainan atau buku cerita bergambar. Cara ini bisa mengalihkan rasa tidak betah yang dimiliki si anak dan meminimalisir kemungkinan si anak mengamuk seperti tadi.

Kalau anaknya masih kecil banget, misal berumur 1-2 tahun, saya sih masih bisa maklum ya. Tapi kalau anaknya udah lebih dari umur segitu, harusnya kan sudah bisa diberi pengertian bahwa menangis-dengan-suara-cetar-membahana ditambah lagi dengan mengamuk di tempat umum tidak pantas. Seperti itulah yang diajarkan oleh ibu ketika saya masih kecil. Seandainya saya masih melakukan hal tersebut, misalnya menangis di salah satu toko karena keukeuh ingin dibelikan suatu mainan, maka yang dilakukan ibu adalah mendekati saya. Lalu setelah itu apa? Apakah beliau bertanya mau mainan yang mana? Tidak! Beliau akan memegang bagian tubuh saya (seringkali lengan atau paha), kemudian tangannya tak segan mencetot saya. Memang agak keras, tapi jika tidak begitu saya tidak akan paham bahwa apa yang saya lakukan itu tidak baik.

Jadi, untuk para orangtua, khususnya ibu-ibu, mbokya anaknya dikasih pengertian kalau menangis di tempat umum itu tidak baik. Dan kalau hal itu terjadi tetapi Anda tidak bisa menenangkan anak Anda, buat saya itu salah satu indikasi bahwa Anda telah gagal dalam mendidik anak. Karena dari situ bisa terlihat, bahwa wibawa Anda telah kalah oleh ego anak Anda sendiri.

Test Blogger via Andorid

Mau test aja sih, bisa nggak posting entri baru via blogger for andorid. Soalnya dulu mah teu tiasa euy...