Jadi....kemarin iseng buka-buka folder di laptop terus nemu draft yang seperti biasa, menggantung kayak hubungan aku dan dia...*halah* Pas baca ulang, heran sendiri, bener nih gue yang nulis, da asa nggak percaya. Begitu sampai selesai, bingung sendiri ini premisnya apa, konfliknya apa.Saking lamanya dianggurin, jadi lupa. Samalah kalau kelen punya pacar, jangan sampai dianggurin nanti dia lupa punya pacar kamu. hahahaha....
Kalau mau baca draftnya, monggoooo... Jangan lupa kasih komentar, yes :)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semuanya dimulai saat kamu
dan keluargamu datang ke rumahku, dan berbicara pada ayah bahwa kau ingin
meminangku untuk menjadi istrimu. Tahukah kamu apa perasaan aku saat itu?
Senang dan terharu bercampur menjadi satu perasaan yang sulit untuk diungkapkan
dengan kata-kata. Lalu para orangtua kita memilih dan menetapkan ‘tanggal baik’
untuk penyelenggaraan pernikahan kita. Serta tidak lupa membentuk panitia kecil
agar pernikahan kita nantinya berjalan lancar. Mulai saat itu hidup kita tak
sama lagi dengan yang dulu. Kita mulai disibukkan dengan segala macam
pernak-pernik pernikahan. Mulai dari memilih undangan, foto pra wedding, fitting kebaya, menentukan menu
catering, dan hal lainnya yang menyita waktu,tenaga dan pikiran kita. Dan
aku selalu suka saat kamu berkata “rasanya
semakin hari semakin aku sayang kamu” di sela-sela kesibukan kita itu.
Tiba saatnya kamu
mengucapkan ijab kabul yang terdengar syahdu di telingaku sehingga membuatku
menangis terharu dan mengucap syukur padaNya ‘terimakasih Tuhan, karena Kau telah mengirim kamu dalam hidupku’. Dan kita telah resmi menjadi pasangan
suami-istri. I’m yours and You are mine.
Pesta pernikahan digelar.
Kamu mengajakku ke atas panggung kecil di sudut ruangan dan mulai menyanyikan
lagu Tak Sebebas Merpati milik Kahitna. Lagu yang telah kita pilih sebagai one of our wedding songs. Lagu yang
mengingatkanku pada suatu malam setelah kamu melamarku. Saat itu setelah kamu
pulang dan sampai di rumah, kamu meneleponku. Namun setelah aku angkat, tidak
ada sahutan dari ujung teleponmu. Hingga beberapa detik kemudian terdengar
denting piano dan suaramu yang mulai menyanyi. Kini, kali kedua aku mendengar
kamu menyanyikan lagu itu, perasaanku tetap sama seperti dahulu, tersanjung,
terharu sekaligus bahagia. Ahh.. betapa
aku mencintaimu.
Sore hari, setelah resepsi
selesai, kita pulang ke rumah. Tentu saja rumah kita. Rumah yang kita beli
karena kita langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihatnya. Rumah
mungil dua lantai dengan halaman belakang yang sangat pas untuk tempat
anak-anak kita bermain. Ada balkon di lantai dua, tempat kita dapat melihat
bintang bersama. Dan aku sangat berterimakasih padamu karena telah menyiapkan
sebuah ruangan kecil di lantai dua dengan sebuah jendela yang cukup besar di
salah satu sisinya. Sebuah ruangan untuk menyimpan semua buku-bukuku, untuk
tempat aku membaca dan menulis. “Aku
menyiapkan ini semua agar kamu nyaman saat membaca, agar kamu lebih tenang saat
menulis” katamu. And I’m falling in
love over and over again with you,honey.
Mulai sekarang, kehidupan
kita berpusat di rumah ini. Pagi hari yang sibuk dari arah dapur saat aku
membuatkan sarapan dan secangkir kopi hangat untukmu. Lalu kamu berteriak dari
dalam kamar “sayaaaaang, sini dong,
tolong pakaikan dasiku”. Ya, kamu memang lebih manja setelah menikah.
Bahkan untuk sekadar memakai dasi pun kamu butuh pertolonganku. Tapi aku suka.
Aku selalu suka mengurusmu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan ketika kamu
harus pergi ke kantor, kamu tak pernah lupa untuk mengecup dahi dan bibirku,
serta berucap “I love you. Always love
you”.
Sedikit agak siang, aku
pergi ke taman bacaan yang dikelola bersama temanku. Setiap hari senin, rabu
dan kamis aku mendapat giliran untuk mendongeng. Aku sangat mencintai pekerjaan
yang dikelilingi buku ini. Sama seperti halnya aku mencintai hidupku yang
selalu dikelilingi oleh kamu J
Sore hari, kamu menjemputku
di taman bacaan. Terkadang kamu menyempatkan diri untuk bermain dengan
anak-anak yang kebetulan sedang ada di sana. Betapa menyenangkannya melihat kamu
bermain dengan mereka. Aku pun tak sabar untuk segera mempunyai anak dan
melihatmu bermain riang dengannya. Dalam perjalanan pulang, kamu tak
henti-hentinya berceloteh tentang kelucuan anak-anak itu. Aku tersenyum dan
menanggapinya, ” Semoga aku bisa cepat-cepat
mengandung anak kamu ya. Semoga”.
Dan
ketika malam tiba,kita melepas penat setelah seharian berkaktivitas, sambil
menonton tv atau kamu yang membaca buku,
aku bersandar di bahumu, sambil sesekali kamu mengelus rambutku. Lain waktu,
kita duduk di balkon ditemani teh hangat dan bintang yang bertaburan di langit,
membicarakan apa pun yang ingin dibicarakan hingga kita mengantuk dan
memutuskan untuk tidur.
Pada akhir pekan, kita
biasanya pergi ‘pacaran’. Entah itu menemanimu hunting photo, shopping,
nonton, ke toko buku, wisata kuliner atau sekedar bermalas-malasan di kasur.
Ya
begitulah kehidupan kita. Aku merasa hidupku lengkap dengan adanya kamu di
sampingku. Semuanya bertambah sempurna saat kabar baik itu muncul tiga bulan
setelah pernikahan kita…
to be continued...