Minggu, 29 April 2012

[Resensi] The Hunger Games

Judul: The Hunger Games

Penulis: Suzanne Collins

Tebal: 408 halaman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Harga: Rp 58000,-

Rating: 5 of 5 stars










Kali ini saya mau membahas tentang novel bergenre fantasi yang banyak orang bicarakan. Ya, apa lagi kalau bukan The Hunger Games. Tapi sebelumnya saya mau sedikit bercerita tentang hubungan saya dan novel fantasi. Sejujurnya saya bukan penggemar novel fantasi, sekalipun itu sekelas serial Harry Potter dan Twilight Saga. Pertama, karena harga novelnya mahal. Kedua, karena novelnya tebal, jadi belum apa-apa sudah malas baca duluan. Saya baca serial Harry Potter hanya buku pertama saja. Tapi tetap saja nggak terlalu mengerti apa yang diceritakan dalam buku tersebut. Untuk Twilight saga, ada cerita tersendiri. Waktu itu saya sedang berada di rumah kakak sepupu di Bogor. Kebetulan ia penyuka Harry Potter the series dan Twilight Saga, dan mengoleksi semua novel-novelnya. Saat saya sedang tidak ada kerjaan, saya iseng baca Twilight, ternyata yang di buku lebih seru dan romantis dibandingkan dengan filmnya. Saya hanya sempat baca beberapa bab saja. Setelah itu saya mencoba pinjam ke teman saya, tapi dia hanya punya yang berjudul Eclipse. Akhirnya saya baca sampai selesai. Walaupun begitu sampai sekarang belum kesampaian untuk baca Breaking Dawn -____-

Nah, balik lagi ke topik utama, The Hunger Games. Novel ini berceritaThe Hunger Games itu sendiri, yaitu permainan yang diselenggarakan oleh Capitol (pusat pemerintahan negara Panem) setiap tahunnya. Permainan ini dibuat agar masa kegelapan, yaitu masa di mana terjadinya pemberontakan distrik terhadap Capitol yang mengakibatkan hilangnya distrik 13. Aturan permainan ini adalah anak-anak yang sudah berumur 12 tahun wajib mencantumkan namanya sebagai wakil dari distriknya masing-masing. Kemudian setiap distrik akan mengirimkan 2 orang wakilnya, 1 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Pada The Hunger Games yang ke 74, dari distrik 12 anak perempuan yang terpilih adalah Primrose Everdeen. Namun seketika langsung digantikan oleh kakaknya, Katniss Everdeen. Sementara itu, anak laki-laki yang terpilih adalah Peeta Mellark. Anak laki-laki yang dulu dengan/tanpa sengaja melemparkan roti kepada Katniss di tengah guyuran hujan.

Dalam Hunger Games kali ini sedikit berbeda, karena wakil dari distrik 12, Katniss dan Peeta, mampu menarik perhatian penonton. Mulai dari pakaian yang mereka gunakan, maupun saat sesi wawancara. Pada kesempatan itu Peeta memberitahu isi hatinya bahwa ia menyukai seorang gadis, dan gadis itu adalah Katniss. Belum pernah sebelumnya dalam permainan, kedua wakil dari distrik yang sama terlibat kisah asmara. Namun karena kisah asmara inilah akhirnya Katniss dan Peeta mampu bertahan hidup sampai akhir permainan, dan dinyatakan sebagai pemenang. Lalu bagaimana cara mereka bertahan? Jawabannya ada dalam buku itu sendiri. Cepetan beli, kalau nggak punya uang pinjam punya teman, dan baca!


The Hunger Games adalah novel fantasi pertama yang sukses membuat saya tidak ingin meletakkannya sebelum saya sampai di halaman akhir. Dan buku ini juga sukses menempelkan ceritanya dalam benak saya. Setelah menamatkan buku ini, saya semakin nggak sabar untuk membaca seri keduanya, yaitu Catching Fire. Sungguh salut dengan Suzanne Collins. Dia sukses membawa saya hanyut dalam buku ini. Saya seolah merasakan dan bisa membayangkan bagaimana The Hunger Games is so wild. Karakter setiap tokoh dideskripsikan dengan jelas. Alur dan plotnya pun sangat bagus dan tidak terduga. 

Karena saya membaca buku ini yang berbahasa Indonesia, saya juga mau memberikan dua jempol untuk mbak Hetih Rusli sebagai penerjemah. Benar-benar hasil yang bagus, mbak. Naskah aslinya sangat baik diterjemahkan oleh mbak Hetih ke dalam bahasa Indonesia, tidak kaku. Dan selama membaca buku ini dari halaman pertama sampai halaman akhir, saya hanya menemukan satu typo dan itu pun di halaman terakhir, yaitu pada baris keempat. Di sana tertulis "menjelasakan" yang seharusnya adalah "menjelaskan".

Sekali lagi, kerja yang bagus telah dilakukan oleh Collins dan mbak Hetih! :)

Quote of the book:
"Bukan sifatku untuk kalah tanpa bertarung, bahkan saat kemungkinan untuk menang tampak begitu tipis. -Katniss” 

Selasa, 10 April 2012

[Resensi] Three Weddings and Jane Austen


Judul: Three Weddings and Jane Austen

Penulis: Prima Santika

Tebal: 464 halaman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Rating 3 of 5 stars











Punya anak perempuan, apalagi lebih satu, memang tidak mudah. Hal inilah yang dirasakan oleh Ibu Sri, ibu dari Emma, Meri dan Lisa. Memiliki 3 anak perempuan bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh Ibu Sri. Beliau harus mengajari dan menjaga mereka agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Belum lagi, ketiga anaknya sudah berusia matang namun belum ada satu pun yang menikah. Tentu saja ini membuat ibu Sri senewen.

Ibu Sri ini sangat menggemari novel-novel karya Jane Austen. Bahkan nama anak-anaknya pun diambil dari tokoh yang ada dalam novel penulis favoritnya. Ia berharap anak-anaknya akan memiliki karakter yang sama dengan yang ada pada tokoh tersebut.selain hobi membaca novel karya Jane Austen, ibu Sri juga hobi berbagi penggalan cerita dari novel itu saat beliau menasehati ketiga anaknya. Kadang dari novel Pride and Prejudice, sekali waktu tentang Persuasion, di kesempatan lain mengenai Sense and Sensibilty, dan semua novel Jane Austen pun tak luput untuk dibahas pada anaknya. Tak jarang ibu Sri melakukannya berulang kali hingga  Emma, Meri dan Lisa pun bosan mendengar celotehan ibunya yang melulu tentang novel-novel Jane Austen.

Namun semuanya berubah ketika Emma, Meri dan Lisa benar-benar bermasalah dalam percintaannya. Mereka yang selama ini menolak membaca karya Jane Austen yang sering diminta oleh ibunya, kini dengan sukarela membaca salah satu novel penulis favorit ibunya yang sesuai dengan masalah mereka masing-masing. Setelah membaca novel tersebut, kehidupan Emma, Meri dan Lisa pun berubah. Ini membuat Ibu Sri amat senang. Karena ia telah menunaikan kewajibannya sebagai orang tua dari 3 anak perempuannya.
Seperti itulah kira-kira synopsis dari novel Three Weddings and Jane Austen karya Prima Santika. Cukup menarik, karena penulis dengan pandai mengutip isi dari buku-buku Jane Austen yang sesuai dengan konflik yang terjadi pada novel. Selain itu, sangat terasa unsur Jawa dalam novel ini. Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana tindak-tanduk keluarga ibu Sri, terutama pada ketiga anak perempuannya, khusunya Emma. Di mana, Emma merupakan sosok perempuan yang selalu menampilkan senyum dan pandai menutupi kesedihan atau kegelisahan yang sedang ia rasakan. Emma juga selayaknya perempuan jawa pada umumnya, ia akan menunggu pria yang dicintainya mengatakan cinta terlebih dahulu padanya.