Senin, 17 Oktober 2016

[Resensi] Matahari

Judul: Matahari

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Harga: Rp88.000,00

Tebal: 400 halaman









Sepulangnya dari klan Matahari, Raib, Seli, dan Ali kembali menjalani aktivitasnya dengan normal. Mereka kembali disibukkan dengan kegiatan sekolah, layaknya siswa pada umumnya. Yang sedikit berbeda dengan siswa lainnya, adalah apa yang dibaca oleh mereka bertiga. Jika siswa lain sibuk membaca buku teks, mereka justru membaca virtual book yang berada di dalam tabung kecil pemberian Av sesaat sebelum mereka kembali ke Bumi.

Namun seperti kita tahu, hidup selalu memberi kejutan yang tidak terduga. Diawali dengan masuknya Ali menjadi tim inti basket sekolah. Ali yang tidak pernah terlihat memegang bola basket dan selalu dianggap remeh oleh guru dan teman-temannya, tentu sebuah kejutan besar dan perlu dipertanyakan ketika ia mampu membawa tim basket sekolah ke babak final. Keanehan selanjutnya adalah kapsul terbang buatan Ali. Berkat tabung kecil dari Av, Ali mengetahui teknologi dan kekuatan yang dimiliki oleh klan Bulan dan Matahari. Ali kemudian menggabungkan dua kekuatan itu dan mengaplikasikannya pada kapsul ciptaannya. Masih berbekal tabung kecil dari Av, Ali bisa memprediksi letak klan Bintang yang selama ini misterius dan dianggap hanya sekadar legenda. Ali percaya kapsul buatannya mampu mencapai klan Bintang. Maka berbekal dengan rasa ingin tahu dan jiwa petualang khas anak remaja, Raib,Ali dan Seli berangkat menuju klan Bintang.

Perihal Jodoh, Tanyakan Padaku, Jangan Mereka!

Rasanya baru kemarin mendapat pertanyaan "Mau kuliah di mana? Jurusan apa?" Kemudian beberapa waktu berikutnya, dicecar oleh kalimat "Gimana skripsinya? Jadi kapan lulus nih?" Selanjutnya, pertanyaan yang diawali kata "Kapan" naik tingkat menjadi "Kapan nikah?". Satu pertanyaan yang akan meneror hidupmu ketika kamu berusia twenty something masih berstatus single.

Gerah? Pasti. Sebal? Jangan ditanya. Pasalnya, perkara jodoh hanya Tuhan yang tahu kapan datangnya. Sewaktu ditanya "Kapan lulus?" aku berpikir kalau orang-orang masih menanyakan hal yang sama itu artinya aku yang malas dan kurang berusaha. Tapi ketika diteror "Kapan nikah?" aku kudu piyeee??? Aku tak tahu apakah usahaku sudah di batas maksimal, tetapi aku selalu berupaya memperbaiki diri dan segala halnya agar saat sang jodoh datang aku dalam keadaan yang pantas dan siap. Masalahnya kan, aku aja nggak tau kapan jodohku datang, lalu apakah  orang lain yang justru lebih sibuk mempertanyakannya itu bisa lebih tahu?