Kamis, 30 Juni 2016

[Resensi] Secangkir Kopi dan Pencakar Langit

"Lebih baik mana, dicintai atau mencintai?"

Pertanyaan itu mungkin seringkali terbersit di hati kita. Pertanyaan inilah yang menjadi landasan Aqessa Aninda menulis kisah Secangkir Kopi dan Pencakar Langit.

Adalah Athaya, gadis yang bingung hendak memilih Ghilman orang yang selama ini dicintainya atau menerima Satrya yang mencintai dirinya. Permasalahan semakin rumit karena ketiganya adalah rekan sekantor. Dilatari gedung-gedung perkantoran setinggi pencakar langit juga cangkir-cangkir kopi khas gaya hidup kaum urban, ketiganya mencari jawaban untuk hatinya masing-masing.

Write what you want to read and write what you know. Itulah yang dilakukan penulis. Saya suka karena penulis benar-benar menguasai tulisannya. Dunia IT yang digeluti tokoh-tokohnya dapat dinikmati, membuat saya sebagai pembaca bisa merasakan kehidupan tokohnya.

Dan memang tokoh-tokoh dalam buku ini karakternya sangat kuat juga begitu hidup. Terasa seperti benar-benar berinteraksi langsung dengan mereka, apalagi canda-candaan khas  geng fogging (geng yang berisi Ghilman, Satrya dan kawan-kawannya di kantor). Rasanya baru kali ini lagi saya bisa berdelusi bareng teman-teman tentang tokoh yang ada di suatu buku.

Salah satu yang menjadi favorit saya adalah scene tokoh cowok ketika membicarakan niatnya untuk menikah kepada orangtuanya. Duh, rasanya pengin deh dinikahin sama si mas yang itu *wink* *mulai haluuuu*

Karena buku ini awalnya berasal dari situs menulis Wattpad, tentu banyak kekhawatiran yang selama ini banyak dikemukakan pembaca mengenai fenomena from Wattpad into book ini. Mungkin beberapa poin di bawah ini adalah keluhan-keluhan yang sering saya baca di beberapa reviu buku yang berasal dari Wattpad. Maka sekalian saja saya akan membandingkan dengan buku ini.

Hal yang paling mendasar dari keluhan para pembaca adalah ketiadaannya peran editor dalam proses penyuntingan naskah. Saya bagi jadi 2 poin ya.
1. Typo yang bertebaran
Saat membaca di Wattpad tentu kita tidak mempermasalahkan hal-hal teknis seperti typo ini. Dikasih bacaan gratis saja sudah bersyukur. Namun lain halnya kalau cerita tersebut berubah bentuk menjadi sebuah buku yang diterbitkan oleh penerbit. Baik penerbit mayor ataupun minor, harusnya editor berperan maksimal dong bersama penulis untuk memperbaiki naskahnya. Apalagi untuk masalah penggunaan imbuhan dan kata depan "di" yang masih saja banyak salah. Kita nggak mau dong sudah mengeluarkan uang (bahkan tidak sedikit, -iya harga buku sekarang kan mihiiiiillll-) tapi hal sepele kayak gitu aja masih bertebaran.

Naaaahhh, untungnya dari awal ada di Wattpad, Echa (panggilan akrab penulis) memang sudah melek EYD. Yaiyalaaah, secara ibunya guru bahasa Indonesia ya. Hahaha. Mungkin masih ada beberapa typo, tapi hanya seperti kata yang harusnya dicetak miring tetapi luput.

2. Cerita ternyata nggak beda jauh dengan yang ada di Wattpad, bahkan banyak yang sama plek-ketiplek
Banyak yang janji-janji katanya kalau di buku akan ada perbedaan, tapi banyak pembaca yang bilang ternyata sama saja. Janjimu palsu, thor.

Saya sendiri nggak ngeh di buku ini apakah ada bagian yang berbeda dari versi aslinya. Tapi saya sih nggak peduli ya, karena lagi-lagi dari awal memang alur dan plotnya sudah apik banget. Memang sih masih ada beberapa kalimat yang kurang efektif yang harusnya bisa diperbaiki, namun ada pun tidak mengurangi kenikmatan membaca.

Naah, poin yang terakhir yang kadang bikin keki adalah.
3. Stempel "Sudah dibaca jutaan kali di Wattpad" ataupun "Best Seller"
Buat saya angka jutaan itu tidak bisa jadi patokan bagus atau tidaknya suatu cerita. Tentu, bagus atau tidak kan subjektif ya. Setidaknya buat saya sih cerita yang bagus itu, alur dan plotnya rapih, karakter kuat, sebab-akibat dalam cerita masuk logika, tidak banyak typo juga timeline yang sesuai dan tidak ada plothole.

Saya sendiri jujur jengah masuk ke toko buku dan melihat banyak buku yang tercap "Sudah dibaca jutaan kali di Wattpad" itu. Justru saya malah jadi malas belinya.

Kebetulan di buku Secangkir Kopi dan Pencakar Langit ini tidak ada stempel itu dan embel-embel sejenis yang bikin malas. Tapi saya yakinkan kalian, you SHOULD read this book! Jujur, buku ini menyenangkan. Tetapi juga ada momen-momen yang bikin kalian merasa jleeebbb dan bapeerr. Ehehehe.

Duuuh, kalian merasa nggak sih kalau daritadi kayaknya saya cuma secuil bahas kekurangan buku ini? Ya abis gimana, buat saya buku ini emang bagus banget sih. Buku ini menuntaskan kerinduan saya akan novel Metropop atau Chicklit Indonesia yang witty, light sekaligus meninggalkan kesan. Beneran deh, buku ini worth to read dan cocok untuk mejeng di rak buku kalian. Saking senengnya saya sama buku ini, saya mau buat giveaway. Kapan? Tungguin aja, nanti saya kasih tau lagi. :)

PS: I'm one of your fans, Cha.
PPS: Semoga Past, Present, Future dan Jejak cepat nyusul SKdPL
PPPS: Kutunggu cerita mas Radhi kesayangannya aku ituuuu ;)

"Hubungan itu bukan judi, yang bisa kita coba, siapa tahu beruntung. Hubungan juga bukan merger dua korporasi yang harus saling menguntungkan." ~page 303

Judul: Secangkir Kopi dan Pencakar Langit
Penulis: Aqessa Aninda
Penerbit: Elex Media Komputindo
Harga: Rp 59.000