Senin, 05 Maret 2012

[Resensi] Ti Amo, Tia Amoria



Judul : Ti Amo, Tia Amoria

Penulis: Karla M. Nashar

Tebal : 344 halaman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Rating: 4 of 5 stars










Bagi kalangan pecinta novel metropop mungkin nama Karla M. Nashar sudah tidak asing lagi. Novel metropopnya yang sudah terbit terlebih dahulu berjudul Bellamore dan Love, Hate and Hocus-Pocus. Serupa dengan Bellamore, kali ini Karla memilih karakter pria utama yang berasal dari Italia.

Pria tersebut bernama Marco Dantè. Marco digambarkan sebagaimana lazimnya pria Italia, tampan. Ia selalu melindungi matanya dari sinar matahari dengan menggunakan kacamata hitam. Tatapannya yang selalu memuja wanita membuat para kaum hawa yang melihat ke dalam mata birunya menjadi terpesona, tersanjung dan membuat lutut lemas seketika. Namun, sudah dua tahun ini penampilannya terlihat eksentrik jika tidak ingin dibilang aneh. Dua tahun lalu setelah ditinggal tunangan yang telah mengkhianatinya, kehidupan Marco otomatis berubah. Ia memilih untuk memanjangkan rambut dan jenggotnya, tiba-tiba menjadi perokok, dan memiliki kebiasaan unik yang dilakukannya untuk membuat pikirannya tidak mengingat hal yang sebenarnya sangat ingin ia lupakan. Seperti saat itu, ia menghitung ubin di ruang tunggu bandara, menghitung dan memungut karet gelang yang ia temukan untuk kemudian ia ikatkan pada rambut dan jenggotnya. Ia tidak menyadari bahwa ada makhluk mungil yang memperhatikannya, sampai si makhluk kecil itu berdiri di hadapannya. Seorang anak perempuan berwajah manis dan sambil tertawa lucu ia menghitung ikatan di kepala dan jenggot Marco. Makhluk kecil bernama Alila tersebut harus pergi saat sebuah tangan keriput menjulurkan tangan dan menariknya pergi. Siapa sangka anak kecil yang hanya dianggap sebagai 'alien' malah akan menjadi bagian hidup Marco nantinya.


Jumat, 02 Maret 2012

[Resensi] (Film) Negeri 5 Menara

Tadi siang, saya akhirnya berkesempatan menonton film Negeri 5 Menara. Dari jauh-jauh hari, saya sudah mempersiapkan adanya kemungkinan bahwa film ini tidak lebih bagus dari bukunya. Sangat wajar toh ketika kita menonton sebuah film yang diadaptasi dari novel, kita akan membandingkan adegan apa yang ada di buku dan di kepala kita? Ya, benar! Membandingkan dengan imajinasi di kepala yang terbentuk saat kita membaca bukunya. Dan tentunya, setiap orang akan mempunyai imajinasi yang berbeda sehingga mereka akan membuat 'film' sendiri dalam benaknya.

Bukan hal yang mudah mengadaptasi novel menjadi sebuah film. Banyak adegan yang harus dipilih dengan seksama untuk dimasukkan ke dalam film. Tentunya tidak semua adegan dapat dipilih mengingat durasi yang tidak memungkinkan. Sehingga tak jarang beberapa adegan akan 'dipadatkan' atau malah sama sekali ditiadakan.

Begitu pula dengan yang terjadi pada film Negeri 5 Menara. Tapi berhubung saya membaca novel ini sekitar 3 tahun lalu, saya lupa-lupa ingat (lupa-lupa ingat bukan ingat-ingat lupa, karena saya memang banyak lupanya daripada banyak ingatnya. doh!) akan setiap adegan dalam buku tersebut. Tetapi kalau tidak salah ada adegan di mana para santri mendapat tugas untuk menjalani ronda malam karena keadaan pondok yang tidak aman saat itu. Kalau memang benar adegan ini ada di buku (karena saya takut tertukar bahwa adegan ini ada di  buku Ranah 3 Warna), adegan ini tidak ada di dalam film.Masih bisa dimaklumi karena adegan tersebut memang tidak terlalu krusial.


Tentang Melepaskan dan Merelakan

Mengenalmu, membuatku mengerti definisi lain dari cinta yang selama ini aku pahami. Cinta itu melepaskan. Cinta itu merelakan.