Jumat, 30 Januari 2015

[Resensi] Walking After You

Judul: Walking After You

Penulis: Windry Ramadhina

Penerbit Gagasmedia

Tebal: 328 halaman

Harga: Rp 50.000,-









Tidak sempat memantau linimasa twitter, mungkin membuat saya ketinggalan beberapa berita terkini. Baik itu berita dan kejadian yang lagi happening atau pun berita tentang buku-buku terbaru. Tapi ada untungnya juga, saya jadi terhindar dari hints yang suka diberikan penulis mengenai buku terbaru mereka. Hints yang buat saya terkadang mengurangi rasa greget ketika baca bukunya, juga meninggikan ekspektasi saya. Yang mana kalau jika seluruh ceritanya tidak semarik hints yang diberikan, alhasil cuma bisa bikin gigit jari alias kecewa.

Ketika akhirnya saya ada waktu luang, saya baru tahu kalau salah satu penulis favorit saya, Windry Ramadhina, telah melahirkan karya terbarunya. Buru-buru deh langsung beli. Waktu itu saya kebetulan pesan di toko buku scoop. Dan ternyataaaaaaa......dapat edisi yang bertanda tangan. Yeay! Emang sih waktu itu masih masa back order. Tapi saya nggak kepikiran dan nggak ngeh *karena langsung klik order tanpa memerhatikan detail lainnya*. Dan pas baca ada beberapa halaman yang hilang dan itu pas di bagian yang seru. Jadi kentang banget, aselik! Besoknya langsung deh ngacir ke toko buku, karena saking penasarannya! Mau ditukar ke penerbit pun selain lama, sayang karena itu ada ttd-nya. Walaupun harus beli lagi, tapi saya nggak menyesal kok. Karena ceritanya semanis gambar di sampulnya.



Walking After You bercerita tentang sepasang kembar identik, Arlet dan An. Meskipun kembar identik, pasti ada saja yang membuat kedunya berbeda. Memang mereka sama-sama memiliki hobi memasak, tapi ketertarikan mereka pada jenis makanan jelas berbeda. Arlet jatuh cinta pada kue-kue Prancis, sedangkan An memilih untuk mendalami masakan Italia.

Tapi ternyata, kesamaan-kesamaan yang ada pada diri mereka berdua, rupanya membawa mereka pada satu cowok yang sama. Jinendra namanya. Jinendra memilih untuk bersama An. Dan itu membuat saudara kembar itu bertengkar hingga menimbulkan rasa bersalah dalam diri An, karena tidak seharusnya ia merebut Jinendra dari Arlet. Untuk menebus rasa bersalahnya, An berusaha untuk meneruskan impian Arlet, yaitu bekerja di toko kue.

Afternoon Tea, toko kue milik Galuh, sepupunya, menjadi tempat untuk mejalankan misinya. Sayang, An harus menjadi asisten koki dari seorang Julian, si tuan-amat-kelewat-serius. An harus "tahan banting" bekerja dengan Julian. Namun pada akhirnya Julian-lah yang menyadarkan An bahwa bukan demikian caranya menebus kesalahan serta meminta maaf pada Arlet. Julian yang mengajarkan pada An untuk tidak terlalu lama terjebak di dalam masa lalu.

"Kau tak perlu melupakan masa lalu. Kau hanya perlu menerimanya."

Begitulah tagline yang terdapat pada sampul depan buku ini. Berhubung saya juga punya 'masalah' sama masa lalu, saya berharap suasana ceritanya lebih dark, lebih bikin emosi bergejolak. Bukan berarti emosinya nggak dapat, buat saya pribadi rasanya kayak kurang greget gituuu. 

Itu aja sih yang meurut saya kekurangan dari Walking After You. Kalau ngomongin typo, alhamdulillah saya nggak menemukannya. Mungkin saya terlalu hanyut dalam cerita, tapi saya percaya kalau mbak Windry salah satu penulis yang telaten dan teliti dalam tulisannya. Seteliti saat membuat detail dan riset mengenai profesi tokohnya. Jujur saya agak terkejut bahwa di buku ini mbak Windry mengangkat profesi koki. Karena dari buku-buku sebelumnya, jenis pekerjaan tokoh-tokohnya tidak jauh berbeda menurut saya. Membaca buku ini bikin pengin makan dan ngemil, karena beberapa jenis masakan yang disebutkan di dalamnya emang bikin ngiler!

Selain bikin ngiler, buku ini juga bikin gemas! Mau tau kenapa??
1. Ayu (tokoh dari buku sebelumnya, London) hadir kembali membawa sepotong kisahnya bersama Gilang. Karena sepotong inilah saya penasaran bagaimana cerita utuhnya. Untungnya Ayu-Gilang akan dibuatkan buku tersendiri.
2. Kedua, hate-love-relationship antara An dan Julian. Kenapa hate dulu baru love? Karena memang mereka berdua kebanyakan berantemnya, juga karena baru di akhir cerita mereka sadar bahwa di antara mereka berdua terselip love itu sendiri. Saya jadi ingin tahu bagaimana kelanjutan hubungan mereka berdua? Bagaimana sikap keduanya ketika mereka sudah tahu perasaan masing-masing? Jika tidak berbentuk buku, setidaknya ada cerita as a closure gitu lho mbak. Please? :D

Secara keseluruhan, saya menikmati sekali buku ini. Anggap saja buku ini adalah camilan favorit saya, yang selalu saya cari-cari ketika saya menginginkannya. ;)


Rating: 4 of 5 stars

Tidak ada komentar:

Posting Komentar