Kamis, 27 September 2012

[Resensi] I Ordered My Wife from the Universe



Judul: I Ordered My Wife from the Universe

Penulis: Stanley Dirga[radja

Tebal: 328 halaman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Harga: Rp. 45.000,-










Teguh Pradana patah hati karena Tantri, kekasih yang sangat dicintainya ternyata berkhianat. Tantri adalah gadis pertama yang dicintai Teguh dengan serius dan sungguh-sungguh. Selama dua tahun mereka bersama, Teguh selalu memberikan apa yang Tantri mau. Selain itu, selama itu pula Teguh membatin bahwa ia tidak pantas untuk Tantri. Teguh merasa dengan berat tubuhnya yang tidak ideal (gemuk) tidak pantas bersanding dengan Tantri yang cantik. Akhirnya apa yang menjadi kecemasan Teguh terjadi juga. Semesta mendengar apa yang berbisik dari batinnya.

Dilihat dari deskripsinya, kayaknya sosok Teguh ini bukan tipe orang yang gemuk-gemuk banget deh. Mungkin lebih ke tinggi besar gitu kali ya. Sosok Teguh ini juga terlihat banget sebagai cowok metroseksual, dapat terlihat dari betapa 'banci' fashion-nya dia bahkan untuk urusan fashion perempuan sekali pun. Ditambah lagi banyaknya benda-benda bermerek yang menempel pada kesehariannya. Agak too much sih menurut saya.




Mulanya saya tertarik untuk baca buku ini karena judulnya dan karena peran utamanya adalah pria. Di mana jarang sekali novel metropop yang seperti ini. Tapi dengan adanya benda-benda bermerek yang berlebihan kok rasanya jadi kurang sreg gitu.


Konflik di awalnya (saat Teguh putus dengan Tantri) terasa lambat tetapi ketika tiba di scene/konflik dengan Nadia malah terlalu cepat. Lalu paragraf-paragraf pendeskripsiannya terlalu panjang menurut saya. Sehingga belum apa-apa mata sudah capek melihatnya.


Dalam buku ini juga terdapat cukup banyak typo, berikut beberapa kesalahan ketik yang saya temukan:

-hal 12: "Omar gampang sekali dapat kencan. (harusnya kan teman kencan)

-hal 18: penggunaan kata nduk pada sms dari ibunya itu salah karena setahu saya nduk itu lebih untuk ke anak perempuan, sedangkan untuk anak laki-laki menggunakan kata 'le'
-hal 87: "Di kantor aku membawahkan tiga preparation team..." (membawahkan = membawahi"
-hal 123: ...warna merah manyala (manyala = menyala)
Selebihnya ada beberapa salah ketik pada penggunaan tanda baca saja.


Selain typo, ada juga beberapa pengulangan yang tertulis. Yang cukup mengganggu saya adalah seringnya terdapat kalimat "kulirik Omega-ku...". Kenapa si merek itu harus selalu dicantumkan? Kenapa nggak "kulirik jam tanganku..." atau apalah gitu? Entahlah apa maksudnya, tapi saya benar-benar terganggu. Dalam buku ini pun terjadi ketidakkonsistenan. Misalnya saja dalam satu paragraf terdapat penggunaan kata saya dan aku secara bersamaan.


Ada beberapa hal yang membuat saya bingung. 

Pertama: waktu yang dideskripsikan saat Teguh putus sama Tantri. Sepertinya baru 2-3 hari kenapa yang tertulis sudah beberapa minggu. Bahkan di hal 258 tertulis sudah berlalu 4 bulan. cepet amat perasaan -___-

Kedua: Teguh mengambil cuti selama tiga minggu (hal 178) tapi kenapa di hal 294 tertulis "Sudah hampir dua bulan aku berada di Yogya..."? Lah, kepriben iki? zZzzZ
Ketiga: sangat disayangkan ini terjadi di scene yang menurut saya paling romantis dan manis yaitu saat Teguh mengajak Nadia untuk berenang. Kalau Nadia berenang kan harus mandi setelahnya tuh. Pertanyannya, siapa yang membantu Nadia mengganti baju dan mandi? wakwaw! hehehe


Terlepas dari cukup banyaknya kekurangan, dalam novel ini juga cukup banyak kok quotes bagus. Salah satu quotes favorit saya sih ini 

" Bagaimanapun, kita tidak tahu di persimpangan jalan mana kita bisa menemukan pasangan hidup kita..."


Segitu aja sih resensi saya. Buat saya sih buku ini masuk kategori cukupbagussihtapikayaknyanggakminatdehuntukbacalagi ;p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar