Jumat, 04 Oktober 2013

Kado yang Terlambat untuk Indonesia

Hari ulang tahun Indonesia sudah lewat beberapa waktu yang lalu. Saya tahu, mungkin sangat telat menuliskan ini. Sudah kehilangan momennya. Tapi rasanya kalau tidak dituliskan akan menjadi ganjalan tersendiri buat saya.

Jadi, 17an tahun ini saya kembali mengikuti upacara setelah sekian tahun absen. Melihat siswa-siswa yang ogah-ogahan ketika disuruh berbaris menjadi refleksi masa lalu ketika saya masih di bangku sekolah dulu. Jujur deh, banyak di antara kita yang seperti murid-murid itu kan? Jujuuuurrrr....


Malas upacara. Padahal kita hanya perlu berdiri, upacara selama sekitar satu jam. Cuma itu. Bukan disuruh menghabiskan waktu selama 3,5 abad + 3,5 tahun untuk perang melawan penjajah. Kita hanya perlu membawa diri ke tengah lapang, bukan membawa bambu runcing atau menenteng bedil. Yang kita keluarkan saat upacara paling hanya keringat yang menetes, bukan darah yang tumpah demi mempertahankan negara. Iya kan?

Ini menjadi renungan bagi saya. Bagaimana kita bisa mengisi kemerdekaan dengan yang lebih berarti sedangkan mengenang jasa para pahlawan saja kita enggan? Bagaimana mau mengenang jasa para pahlaman jika nama-namanya pun kita tidak tahu? Mungkin di generasi sekarang nama pahlawan kalah pamor dibandingkan boyband/girlband. Mungkin mereka lebih hapal 10 anggota Suju atau bahkan 48 anggota JKT48 sementara di saat menyebutkan nama pahlawan dengan jumlah yang sama mereka tergugu-gugu.

Masih berbicara tentang boyband/girlband. Hebohnya fenemena boyband/girlband yang dibawa dari negeri ginseng ini membuat banyak orang tergila-gila dengan budaya Korea. Sementara budayanya sendiri dilupakan dan baru angkat bicara saat budaya kita akan dicuri oleh negara lain. Haruskah kehilangan dulu baru merasa bahwa hal tersebut sangat berarti? Tidakkah lebih baik menjaga agar tidak kehilangan?

Salah satu contohnya adalah mereka mulai belajar bahasa Korea. Ya tidak ada salahnya juga sih. Toh menambah pengetahuan. Toh berguna juga untuk mereka. Yang salah adalah mereka lebih perhatian dengan bahasa  Korea dibandingkan bahasanya sendiri.  Miris lho saya melihat bahasa kita ini yang mulai kehilangan pesonanya. Maraknya bahasa alay dan bahasa Vicky yang baru-baru ini terjadi membuat orang-orang lupa akan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lupa akan bahasa baku. Bandingkan saja dulu dengan bahasa Inggris. Tidak salah jago berbahasa Inggris, secara bahasa ini adalah bahasa internasional yang bisa membawamu mengenal/menjelajah dunia (maya/nyata). Tapi saking jagonya jadi suka lupa berbahasa Indonesia yang benar. Bagaimana bisa fasih menulis "at home" tapi ketika menerjemahkannya ditulis dengan "dirumah"? Mungkin sepele, tapi jelas artinya berbeda antara "di rumah" dengan "dirumah". See?

Hal-hal yang saya sebutkan di atas mungkin hanya hal kecil yang seringkali diremehkan. Tapi jika kita menyepelekannya terus-menerus bukan tidak mungkin kita akan benar-benar hilang perhatian akan pahlawan, budaya dan bahasa kita sendiri.

Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya serta bangsa yang menjaga warisan budayanya? Jadi, marilah kita jadi bangsa yang besar. Marilah kita mengisi kemerdekaan salah satunya dengan memaknai jasa pahlawan, menjaga dan melestarikan budaya serta bahasa yang kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar